
(Sumber gambar: Website The ALUMNUS)
Saat menonton atau membaca berita, tentu tidak akan asing lagi dengan pemberitaan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Pada tahun 2023, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat 6732 kasus KDRT yang dengan perempuan sebagai korbannya. Jika dibandingkan dengan tahun 2022 dengan total kasus 6917 kasus, terlihat trend penurunan pada angka kasus tahun 2023, namun penurunan angka kasus yang dilaporkan bukan serta-merta menandakan berkurangnya kejadian KDRT di Indonesia melainkan terdapat kemungkinan semakin banyaknya korban yang tidak berani untuk melapor.
Dampak KDRT terhadap Penyintas
Timbulnya ke-engganan korban KDRT untuk melapor merupakan suatu tanda bahaya. Pasalnya KDRT yang berkelanjutan dapat menyebabkan dampak fisik hingga ekonomi pada penyintasnya. Sebagai suatu tindakan kekerasan, dampak utama yang terjadi akibat KDRT adalah dampak terhadap kesehatan fisik penyintas. Dalam jangka pendek, dampak fisik KDRT dapat dilihat dari timbulnya luka, lebam, hingga trauma pada tulang. Namun, dalam jangka pangka, trauma berkepanjangan pada fisik penyintas dapat menimbulkan masalah kesehatan permanen seperti radang sendi, masalah tekanan darah, hingga gangguan jantung. Dampak fisik akibat KDRT juga dapat berakibat pada kesehatan seksual reproduksi seperti pendarahan, gangguan pada janin, dan tertularnya penyintas dengan infeksi menular seksual.
Terhadap kesehatan, KDRT juga dapat menimbulkan dampak psikologi atau psikis terhadap penyintas. Penyintas yang harus hidup di bawah bayang-bayang kekerasan sangat rentan terkena gangguan kecemasan atau anxiety disorder. Penyintas yang harus terus hidup di bawah tekanan dan ketakutan juga meningkatkan risiko timbulnya gejala depresi. Dampak psikis terhadap penyintas dapat mengganggu kehidupan sehari-hari penyintas seperti gangguan tidur hingga rasa letih akut.
Disamping efek berkepanjangan terhadap kesehatan korban, KDRT juga dapat berdampak pada hubungan sosial serta ekonomi korban. Tidak jarang pelaku yang memiliki kontrol atas penyintas, dengan sengaja membatasi aktivitas sosial penyintas sehingga tidak memiliki hubungan sosial dengan orang lain selain pelaku. Pembatasan aktivitas sosial akhirnya berdampak pada keterbatasan penyintas untuk mendapatkan financial freedom sehingga akan terus bergantung secara ekonomi pada pelaku.
Kenapa Penyintas Enggan Melapor?
Dengan dampak yang begitu besar, mungkin akan banyak yang bertanya mengapa penyintas KDRT tidak melapor? Kebanyakan orang mungkin akan beranggapan bahwa alasan terbesar penyintas tidak mau meninggalkan pelaku adalah faktor ekonomi. Tidak sedikitnya penyintas KDRT yang tidak memiliki financial freedom memang menghambat penyintas untuk meninggalkan pelaku yang terkadang merupakan satu-satunya sumber nafkah dalam rumah tangga. Namun, rintangan terbesar bagi penyintas KDRT di Indonesia datang dari luar yaitu sigma sosial.
Budaya serta kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih kental dengan konsep aib menghasilkan stigma sosial yang buruk terhadap kasus serta penyintas KDRT. Seringkali kasus KDRT yang dianggap sebagai suatu kejadian dalam lingkup rumah dinilai sebagai urusan keluarga atau suatu hal yang seharusnya ditutupi dari sepengetahuan orang lain. Selain kasus KDRT yang dianggap sebagai aib, stigma sosial juga menyasar pada penyintas KDRT yang sering dicap sebagai istri yang tidak dapat mengurus rumah tangga jika rumah tangganya tidak harmonis. Pandangan KDRT sebagai aib ini yang menyebabkan penyintas akhirnya harus mengurungkan niatnya untuk melaporkan pelaku dengan alasan tidak ingin mempermalukan atau mencoreng reputasi keluarga.
Stigma sosial yang harus dihadapi penyintas KDRT bahkan tetap mengikuti penyintas yang sudah lepas dari kekerasan. Kepercayaan dalam beragama yang menjadi fondasi spiritual bagi sakralnya pernikahan dalam masyarakat Indonesia terkadang bagai pedang bermata dua. Pentingnya ketahanan keluarga dalam masyarakat sering kali menimbulkan stigma buruk terhadap perempuan yang sudah bercerai atau berstatus janda cerai yang dipandang gagal dalam menjalankan perannya sebagai seorang istri. Penyintas juga enggan untuk melaporkan kasus KDRT atas kekhawatiran terhadap stigma sosial yang juga diterima anak. Sakralnya keutuhan keluarga dalam budaya Indonesia sering kali memandang remeh atau rendah seorang anak yang tumbuh dalam keluarga broken home atau tidak utuh.
Melihat besarnya tekanan sosial dari stigma-stigma yang harus dihadapi seorang penyintas KDRT tidak heran jika penyintas KDRT akan terus menekan keinginannya untuk melapor. Korban yang membutuhkan simpati dan dukungan dari lingkungan sekitar akan semakin tertekan jika terus mendapatkan reaksi kurang mendukung dari orang-orang disekitarnya. Seiring meningkatnya awareness masyarakat terhadap kasus KDRT, masih perlu adanya langkah lebih untuk mengedukasi dari dasar pemahaman masyarakat terutama pada stigma sosial terhadap KDRT yang masih melekat di budaya dan kebiasaan masyarakat Indonesia.
Penulis: Rafaella Winarta (Volunteer WEI Batch 9)
Editor: Desy Putri R.
Referensi
Ismalia, A. N., Komariah, S., & Sartika, R. (2022). Resiliensi Istri Korban KDRT: Faktor Mempertahankan Keutuhan Keluarga. Ideas: Jurnal Pendidikan, Sosial, Dan Budaya, 8(4), 1211–1216. https://doi.org/10.32884/ideas.v8i4.1006
Komnas Perempuan. (2024, August 12). Siaran Pers Gerak Bersama dalam Data: Laporan Sinergi Database Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2023. Retrieved 03 March, 2025. https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-gerak-bersama-dalam-data-laporan-sinergi-database-kekerasan-terhadap-perempuan-tahun-2023
Komnas Perempuan. (2023). Komnas Perempuan, KemenPPPA dan FPL Luncurkan Laporan Sinergi Database Kekerasan terhadap Perempuan Periode 2022. Retrieved 03 March, 2025. https://komnasperempuan.go.id/kabar-perempuan-detail/komnas-perempuan-kemenpppa-dan-fpl-luncurkan-laporan-sinergi-database-kekerasan-terhadap-perempuan-periode-2022
Lie, N. D., Makaba, S., & Hasmi, H. (2024). Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Kualitas Hidup. Profesi (Profesional Islam) : Media Publikasi Penelitian, 21(2), 108–118. https://doi.org/10.26576/profesi.v21i2.221
Saraswati, N. M., Hardika, I. R., & Retnoningtias, D. W. (2024). Identifikasi fase-fase siklus Kekerasan Dan Kebermaknaan Hidup Pada perempuan penyintas KDRT. JURNAL KESEHATAN, SAINS, DAN TEKNOLOGI (JAKASAKTI), 3(2), 290–303. https://doi.org/10.36002/js.v3i2.3158