Peran Ganda, Beban Ganda: Perempuan di Persimpangan Karier dan Rumah Tangga

(Sumber gambar: kompasiana.com)

Beban Ganda yang Dianggap Biasa

Keluarga dibentuk melalui pernikahan yang merupakan ikatan jasmani dan rohani antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai pasangan suami istri dengan tujuan membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera. Tindakan yang diambil oleh suami istri untuk mencapai tujuan tersebut dianggap sebagai perilaku kekeluargaan, yang berlandaskan pada semangat saling pengertian, kebersamaan, kesediaan untuk berkorban, serta saling mendukung, menyayangi, dan membimbing.

Baik laki-laki maupun perempuan dalam ikatan pernikahan memiliki kesetaraan dalam hal peran. Sayangnya, banyak dari masyarakat masih hidup dalam pemikiran konservatif. Dalam konteks masyarakat patriarki, laki-laki ditempatkan sebagai subjek dan pencari nafkah utama, sementara perempuan ditempatkan sebagai objek yang dinomorduakan atau yang berada di wilayah domestik (reproduktif).

Oleh karena itu, ketika perempuan memutuskan untuk tetap bekerja meski sudah menikah, konsekuensi berupa beban ganda akan menjadi momok yang dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Perempuan yang melakukan kegiatan di ranah publik, tetap wajib melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mengelola rumah dan mengurus anak. 

“Perempuan boleh berkarier asal tetap mengurus keluarga,” kalimat semacam itu dijadikan semboyan oleh masyarakat patriarki untuk mendikte hidup perempuan. Perempuan yang sukses dalam kariernya, tetapi tidak sukses dalam mengurus keluarganya, maka perempuan tersebut tidak akan dianggap sebagai perempuan sukses dalam arti sebenarnya.

Ikatan pernikahan seperti memberikan beban di pundak perempuan yang hidup dalam masyarakat penganut budaya patriarki. Apabila permasalahan ini tidak teratasi dengan baik atau tidak adanya pembagian kerja secara merata dalam rumah tangga, tentunya beban ganda yang diemban perempuan akan membawa dampak buruk bagi keluarga dan perempuan itu sendiri. Perempuan yang menanggung beban ganda cenderung menghadapi kelelahan fisik akibat kurangnya waktu istirahat dan juga stres berkepanjangan yang dapat meningkatkan risiko penyakit seperti hipertensi dan gangguan kecemasan.

Dampak lain yang ditimbulkan adalah berkurangnya keharmonisan keluarga. Keluarga yang harmonis dan sejahtera dapat dilihat dari bagaimana fungsi-fungsi keluarga berjalan. Fungsi-fungsi ini di antaranya, fungsi religius, fungsi afeksi, fungsi perlindungan, fungsi ekonomi, fungsi sosialisasi, fungsi pendidikan, fungsi sosial budaya, dan fungsi pembinaan lingkungan. Pelaksanaan fungsi untuk keluarga dan anak dapat terhambat jika perempuan sebagai ibu diberikan beban ganda. Persoalan ini juga berkaitan dengan kurangnya waktu untuk keluarga akibat perempuan tidak dapat membagi waktunya dengan baik antara urusan profesional dan domestik. Fungsi afeksi menjadi luntur sebab hilangnya salah satu peran dalam keluarga. Oleh karena itu, banyak perempuan yang merasa dilema akibat berdiri di antara persimpangan karier dan rumah tangga. Mereka dipaksa untuk memilih salah satu dari antara karier dan keluarganya. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Arri Handayani, di mana hasil penelitian menunjukkan bahwa 55% perempuan karier merasa tidak puas dengan perannya dalam menyeimbangkan karier dan rumah tangga. Realisasinya, menyeimbangkan antara kedua peran tersebut pun tidak mudah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Keene dan Quadagno, keseimbangan kerja akan sulit dicapai oleh suami istri yang sama-sama bekerja, terlebih lagi jika sudah memiliki anak yang masih kecil. 

Kondisi ini semakin parah pada kasus perempuan dengan latar belakang ekonomi yang kurang baik. Mereka mengalami “miserisasi”, yang merupakan suatu keadaan di mana penerapan kebijakan ekonomi justru memperparah tingkat kemiskinan atau meningkatkan ketimpangan sosial, bukannya membawa perbaikan. Keterdesakan ekonomi memaksa mereka bekerja sambil tetap mengurus rumah tangga. Situasi ini mengharuskan perempuan berperan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga sekaligus mengelola rumah tangga secara penuh. 

Alasan di Balik Adaptasi Beban Ganda

Perempuan yang mengambil keputusan untuk tetap bekerja meski telah menikah tidak dapat disalahkan. Mereka tentunya memiliki alasan di balik keputusan besar tersebut, antara lain:

  1. Faktor Ekonomi

Banyak perempuan memilih untuk tetap bekerja karena alasan finansial. Dengan meningkatnya biaya hidup, pendapatan suami saja terkadang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Selain itu, memiliki dua sumber penghasilan dalam rumah tangga dapat memberikan kestabilan ekonomi yang lebih baik dan membantu memenuhi kebutuhan pendidikan anak, kesehatan, serta tabungan masa depan.

  1. Faktor Sosial

Faktor sosial mendorong perempuan untuk berkarier karena keinginan untuk tetap aktif dalam lingkungan sosialnya dan meningkatkan status diri. Berada di lingkungan perempuan karier dapat memotivasi mereka untuk ikut bekerja, sementara memiliki profesi tertentu sering kali dipandang sebagai pencapaian yang meningkatkan penghargaan diri seorang perempuan.

  1. Faktor Eksistensi Diri

Pendidikan yang tinggi dan keterampilan yang dimiliki perempuan mendorong mereka untuk lebih eksis di masyarakat. Tidak jarang perempuan bekerja bukan hanya soal penghasilan, tetapi juga sebagai bentuk aktualisasi diri dan pemanfaatan potensi yang telah mereka kembangkan. Dengan berkarier, perempuan dapat menunjukkan kapasitasnya, memperoleh pengakuan, serta membangun identitas dan rasa percaya diri dalam kehidupan sosial maupun profesional.

Bergerak Menuju Keseimbangan Peran

Untuk mengurangi beban ganda yang diemban perempuan, diperlukan perubahan paradigma dalam keluarga dan masyarakat. Upaya berikut dapat dilakukan agar perempuan tidak harus menanggung seluruh tanggung jawab rumah tangga sambil tetap berkarier. Salah satu langkah utamanya adalah pembagian tanggung jawab rumah tangga yang lebih adil antara suami dan istri. Mengasuh anak, memasak, dan tugas-tugas domestik lainnya bukan semata-mata tanggung jawab perempuan, melainkan tugas bersama yang harus dilakukan dengan kesadaran dan kerja sama. Selain itu, dukungan dari tempat kerja juga dapat sangat membantu perempuan menyeimbangkan perannya sebagai ibu dan pekerja. Kebijakan yang ramah keluarga di antaranya, jam kerja yang fleksibel, cuti melahirkan yang memadai, dan fasilitas penitipan anak.

Selain itu, pola pikir masyarakat juga harus segera diubah. Stereotip bahwa perempuan harus mengurus rumah tangga dan laki-laki hanya fokus mencari nafkah harus dihilangkan. Pendidikan sejak dini mengenai pentingnya kesetaraan dalam keluarga dapat membentuk pemahaman yang lebih adil pada generasi mendatang. Perempuan juga harus menyadari pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik agar terhindar dari kelelahan yang berlebihan. Dengan adanya pembagian peran yang setara serta dukungan dari keluarga dan lingkungan kerja, perempuan dapat menjalankan perannya tanpa merasa terbebani, sehingga tercipta keseimbangan yang lebih harmonis baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Penulis: Berbi Lovina (Volunteer WEI Batch 9)

Editor: Cut Raisa Maulida

Referensi

Hidayati, N. (2015). BEBAN GANDA PEREMPUAN BEKERJA (Antara Domestik dan Publik). Muwazah, 7(2).


Nye, F. I. (1976). Role Structure and Analysis of The Family. Sage.

Malia Almanda Yasmin, 2023, “Dampak Beban Ganda Wanita Karier pada Fungsi Keluarga”, Bandung: Universitas Islam Negeri Gunung Djati, Bandung, Indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *